Baku Konek merupakan salah satu program yang diselenggarakan ruangrupa Jakarta dan Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan (PTLK) melalui program Manajemen Talenta Nasional (MTN) bidang seni budaya. tudgam Kuningan ditunjuk sebagai kolaborator sekaligus tuan rumah pada kegiatan ini.
Melalui berbagai tahapan, program Baku Konek ini tudgam ditunjuk untuk berkolaborasi dengan Brebes Artdictive yang diwakili oleh Arief Mujahidin dan Bil Ababil yang mengangkat isu tentang kerusakan Gunung Ciremai dan Budaya Kuningan.
Di dua tembok pertokoan yang berada di pusat kota jalan Siliwangi, Kabupaten Kuningan, dengan digarap oleh Brebes Artdictive dan tudgam, juga dibantu seniman muda Kuningan lainnya, proses presentasi pengkaryaan mural dilakukan selama tiga malam. Hasil mural ini diharapkan dapat menjadi pemantik masyarakat Kuningan untuk lebih kritis dan peduli terhadap budaya Kuningan dan keberlangsungan ekosistem Gunung CIremai.

Isu tentang Gunung Ciremai dan Kebudayaan Kuningan ini ditawarkan sebagai pokok gagasan pengkaryaan. Tema yang diangkat ini cukup menarik, dan bisa dikatakan sebagai bentuk kritik terhadap para pemangku kebijakan. Karya mural merupakan bentuk seni lukis yang menghiasi tembok dan telah menjadi medium yang kuat untuk menyuarakan ide dan kritik sosial dalam masyarakat, jadi mural bukan hanya sekedar medium estetika, tetapi bisa juga menjadi alat untuk memantik dialog dan perubahan dalam masyarakat.
Tema Gunung Ciremai dan Kebudayaan Kuningan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Dari berbagai permasalahan yang mengancam ekosistem Ciremai dan Kebudayaan di Kuningan, ternyata permasalahan tersebut hanya diketahui oleh sebagian kecil masyarakat, misalnya isu geotermal di Gunung Ciremai yang begitu kencang pada beberapa tahun yang lalu dan beberapa hal yang mengancam ekosistem Gunung Ciremai saat ini seperti pembangunan yang begitu masif banyaknya tempat wisata dan tempat makan, termasuk coffee shop dan juga hotel.

Isu horizontal tentang sadapan getah pinus seakan tidak mempedulikan flora fauna pun menjadi gagasan pendukung terhadap pelbagai kebijakan yang perlu dikaji ulang oleh instansi terkait, terlebih kita sebagai manusia yang akan terkena dampaknya secara langsung.
Dengan menempatkan kritik sosial secara visual di ruang publik, mural tidak hanya mempercantik lingkungan, tetapi juga menyediakan platform bagi perdebatan dan refleksi yang mendalam.

Baku Konek 2024 adalah sebuah program yang berusaha mendorong keterlibatan seniman dengan lingkungan dan masyarakat melalui eksplorasi-eksplorasi temuan artistik baru dengan format kolaborasi.
Program residensi ini mencakup banyak hal yang dibutuhkan perupa untuk menemukan posisi dan peran strategisnya dalam konteks lokal dan global. Tidak hanya sebagai seniman, tetapi juga sebagai pelaku aktif dalam ekosistem seni (rupa) dan budaya.
Bekerjasama dengan simpul-simpul ekosistem seni lokal, Baku Konek dimaksudkan menjadi ajang pertukaran pengetahuan, pengalaman, serta belajar menemukan, mengamati, dan mengambil peran dalam isu sosial penting terkini seperti isu lingkungan, ekonomi berkelanjutan, budaya lokal, dan sebagainya.
Dengan latar gagasan mendorong seniman untuk mempunyai kepekaan, peran dan keterlibatan di masyarakat dan lingkungan melalui praktek artistiknya. Program residensi bagi perupa Indonesia di dalam negeri yang berkelanjutan dan berakar pada keragaman konteks lokal sangat dibutuhkan. Ini juga perlu diimbangi dengan program berkelanjutan agar gagasan dan capaian artistik seniman bisa meluas.
Baku Konek adalah saling terhubung menjalin koneksi. Kata ‘baku’ sendiri memiliki arti kata sifat ‘saling’, sementara konek berasal dari kata ‘koneksi’. Sehingga, Baku Konek bisa diartikan sebagai upaya untuk menjalin koneksi demi memperkaya pengalaman sosial dan personal antar berbagai pihak yang terlibat, mulai dari seniman, kolektif seni sebagai kolaborator, hingga masyarakat dan komunitas sosial di sekitarnya.
Baku Konek berkolaborasi dengan 11 ruang, kolektif dan komunitas di Indonesia dengan keragaman konteks sosial budaya dan geografis; baik urban, rural, pegunungan, hutan, pesisir dll.
Selama program Baku Konek, para seniman akan bertukar pikiran dan mendapatkan materi dari kurator, peneliti, praktisi, hingga sesama seniman Indonesia dan internasional dalam format diskusi, lokakarya, dan lainnya.
Sebelas kolektif seni yang tersebar di 10 provinsi di Indonesia akan mewadahi para perupa dan kolektif seni yang melakukan program “Baku Konek” selama lima minggu sebagai kolaborator program. Kesebelas kolektif tersebut berasal dari konteks lokasi/geografis dan sosial kultural yang beragam; urban, rural, perkebunan, hutan, pesisir, dll.
Masing-masing kolaborator berpengalaman dan menguasai pengetahuan kontekstual serta isu sosial yang terdapat di daerahnya masing-masing. Kolaborator program Baku Konek berperan sebagai mitra kerjasama bagi perupa dalam proses artistik, riset, dan produksi karya atau proyek seni. 10 kolaborator yang tersebar tersebut adalah komunitas tudgam Kuningan Jawa Barat, Rumah Cikaramat Sukabumi Jawa Barat, Gudskul Ekosistem Jakarta, Komunitas KAHE Nusa tenggara Timur, Komunitas Kanot Bu Banda Aceh, Komunitas Sikukeluang Pekan Baru Riau, Komunitas Susur Galur Pontianak Kalimantan Barat, komunitas Riwanua Makasar Sulawesi Selatan, dan Komunitas Pasir Putih Lombok Utara.
==============================================
INFO : BREBES ARTDICTIVE, BAKU KONEK


